Kamis, 21 Juli 2011
02:17.
Aku
terbangun dari tidurku. Kulihat jam diponselku. Raka ulang tahun.
Zhu
ni shengri kuaile :)
Send
to Raka.
Hari
ini adalah hari kedua menjelang terakhir UAS. Mata kuliah kali ini aku satu
ruangan dengan Raka. Namun karena sahabat-sahabatku ada diruang sebelah, maka
sebelum masuk, aku bersama dengan sahabat-sahabatku diruangan sebelah
ruanganku. Begitu juga dengan Raka.
Ketika
aku sampai diruangan itu, Zainal meledekku. “Zhu ni shengri kuaile”. Akupun
mendelik.
Raka
mendekatiku. “Sms semalem artinya apa?” tanyanya.
“Hmmm,
happy birthday” jawabku, malu.
“Oh..”
Raka tersenyum. “Kamu orang pertama yang ngucapin neng”. Aku hanya mengangguk,
tidak tahu harus menjawab apa.
Aku
langsung mendekati Karisa, Wulan dan Lidya. Kami membahas materi yang kira-kira
akan keluar pada soal UAS. Ketika sudah selesai akupun berdiri. Namun kertas
materi yang tengah kupegang terjatuh. Aku mengambilnya. Ketika aku berdiri kembali,
Wulan menarik tangan seseorang yang sedang berada dibelakangku. Raka. Walhasil
aku dan Raka hampir bertabrakan dengan posisi aku memunggungi Raka. Raka
memegang kedua lenganku. Ah, si Wulan itu.
Kesalku. Lagi-lagi kami jadi bahan ledekan sahabat-sahabatku dan Raka.
***
Sabtu, 23 Juli 2011
Pagi
ini aku ingin melihat perkembangan hubungan Raka dengan Sella. Disana aku dapat
melihat jika hubungan mereka sedang tidak baik. Karena aku kah? Aku menerka. Aku memang mempunyai perasaan terhadap
Raka, namun aku tidak ingin menjadi orang ketiga.
***
Siang
ini Karisa mengabariku bahwa Raka masuk UGD. Kenapa? Ada apa dengan Raka?? Aku
bingung, panik. Karisa menyuruhku untuk bertanya pada Sultan. Akupun langsung
mengirim pesan ke Sultan. Dia bilang bahwa Raka terkena siku pada kepala bagian
belakang dari lawan mainnya dilapangan futsal. Ya, hari ini memang Raka
mengikuti acara dari Organisasi olahraga futsal di kampus.
Kata
Sultan, aku sangat khawatir. Aku tahu ia meledekku. Tapi dalam benakku, aku
memang mengkhawatirkan Raka.
***
Senin, 1 Agustus 2011
Waktu
terus berputar, hari pun terus berganti, semakin lama aku semakin mengetahui
hubungan Raka dan Sella.
Rapat
hari ini untuk membahas tentang buka puasa bersama. Ya, hari ini adalah hari
pertama umat Muslim menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Setelah rapat
usai, aku memisahkan diri, membuka ponsel dan membaca kembali semua pesan yang
ada diponselku. Janggal. Entah mengapa, yang aku inginkan hanya menangis saat
ini. Hingga akhirnya seniorku melihatku yang duduk menyendiri.
“Kenapa,
Nin?” tanya Kak Cici, seniorku itu.
“Nggak
apa-apa, Kak..” jawabku sedikit berbohong.
“Cerita
aja sih, kayak baru kenal gue aja lo” katanya kemudian. Aku memang terkadang
berbagi cerita kepada Kak Cici. Dia adalah orang yang menyenangkan untuk bisa
berbagi cerita. “Raka?” tanyanya.
Aku
mengangguk.
“Kenapa
dia?”
“Hmm,
dia udah punya cewek, Kak. Aku ngerasa dibohongin banget sama dia” aku merasakan wajahku sangat panas. Aku pun
melanjutkan ceritaku hingga aku sesenggukkan karena menangis.
Tiba-tiba
Karisa datang dan bertanya mengapa aku menangis. Kak Cici menceritakan kepada
Karisa apa yang telah kuceritakan tadi. Karisa mengerti. Kemudian ia melirik
Wulan yang duduk tak jauh dari kami. Wulan hanya tersenyum. Misterius. Lalu mereka
mengajakku shalat Dzuhur.
Seusai
shalat, Karisa mendekatiku. “Nin, sebelumnya gue mau minta maaf sama lo”
katanya.
“Maaf
kenapa?” tanyaku heran.
“Jujur,
gue, Wulan sama Lidya udah tau kalo sebenernya Raka udah punya cewek” Karisa
menunduk.
“Udah
tau? Maksudnya?” aku makin tidak mengerti.
“Kemaren
sebelum UAS, gue sama Wulan ketemu sama Sultan dan Zainal diruang Akademik.
Kita berdua ngomong sama mereka tentang hubungan lo sama Raka. Sekaligus minta
penjelasan siapa cewek itu.” Karisa menarik napas sebelum melanjutkan
ceritanya. “Disitu Sultan bilang kalo Raka sayang sama lo, tapi dia juga sayang
sama si Sella itu. Sultan bilang kalo dia sama Zainal udah nasihatin Raka, tapi
Raka diam. Gue sempet kesel sampai-sampai gue narik kerah bajunya Sultan.
Padahal disana lagi ramai banget waktu itu, makanya orang-orang pada ngeliatin.
Gue ngancem mereka berdua kalo sampai gue tau lo disakitin sama temennya itu,
gue bilang mereka semua harus berhadapan sama gue. Gue juga sempet ngomong sama
Raka sebelum itu untuk nggak coba buat nyakitin lo, Nin, tapi dia malah bilang
kalo gue, Wulan atau Lidya untuk nggak usah ikut campur hubungan antara dia
sama lo. Makanya kita bertiga diam, Nin.” Jelasnya.
“Lidya
juga tau?” tanyaku, tak percaya.
“Iya,
Nin, Lidya tau. Nih lo baca.” Karisa memberitahuku pesan dari Lidya di ponselnya.
“Yang sabar ya
nin, aku tau rasanya kya apa, dbohongin sma org yg kita syg trus shbat2 anin
jga ga ngasih tau ttg smuanya sma anin. Maaf ya nin, kita gmau nutupin apa2
kok, kita cuma pngen anin tau ttg itu sndiri drpd dr org lain yg nanti mlh
ngbuat anin tambah sakit. Percaya nin, dr mslh ini, anin tau mna yg baik atau
ga. Allah pasti ngsh yg lbh baik lg drpd dia. Keep smile sayang.. aku, karisa
sma wulan pasti akn dukung kmu ;) ayo senyum skrg :*”
Aku hanya diam setelah membaca
pesan dari Lidya. Merasa dibohongi. Pasti. Hanya saja aku bingung dengan apa
yang harus aku lakukan.
“Kita cuma mau yang terbaik buat
lo aja kok, Nin.” Kata Wulan, disertai anggukan setuju dari Karisa.
Mendengar itu, aku hanya bisa
tersenyum. Tersenyum wajar lebih tepatnya.
***
Hari-hari
berikutnya aku jalani seperti biasa. Hanya saja aku tidak ingin terlalu
memikirkan tentang Raka.
Minggu, 7 Agustus 2011
Sudah
tiga hari aku terbaring lemah dikasur empukku. Imbas dari kelelahan tubuhku
ialah sakit. Dalam waktu tiga hari itu ada saja yang terjadi. Seperti hari ini.
Ryan. Senior dikampusku menyatakan cintanya padaku. Bukan hanya kali ini saja
ia mengutarakan perasaannya itu. Melainkan sebelum aku dekat dengan Raka, ia
sudah melakukan hal itu. Bahkan berkali-kali. Namun hal itu tak pernah aku
hiraukan.
Hari
ini ia seperti mengemis cinta padaku. Aku tak tega. Dengan berat hati dan
dengan perasaan yang amat sangat bersalah, akhirnya aku menerima cintanya.
***
Rabu, 10 Agustus 2011
Aku
merasa bahwa aku tidak dapat membalas cinta dari Ryan. Akhirnya aku putuskan
untuk menyudahi hubungan kami. Ryan sempat marah dan tidak terima. Aku
mengerti. Sulit pasti baginya menerima kenyataan bahwa aku –orang yang menerima
untuk menjadi kekasihnya– malah tidak dapat membalas perasaannya.
***
Siang
ini aku harus ke kampus untuk pembuatan iklan diradio kampusku. Aku dan Raka
masih saling menghubungi. Bahkan hari ini aku dan dia sempat beradu argumen
tentang kami. Aku tidak menyukai bahwa ternyata Sella dapat melihat segala
aktivitasku melalui facebook. Bukan karena aku dan gadis itu berteman,
melainkan gadis itu mengetahui password
facebook Raka. Akhirnya tanpa aku meminta, Raka memberikan password facebooknya kepadaku. Akupun demikian. Dan dari sini semua
berawal.
Sabtu, 13 Agustus 2011
Waktu
saat ini menunjukkan pukul 02:09 WIB. Aku belum bisa memejamkan mataku.
Hubunganku dengan Raka agak membaik. Sebenarnya, hal yang membuatku tidak dapat
memejamkan mataku adalah hingga saat ini, aku masih saling mengirim pesan
singkat.
Pukul
02:13. Kami menyudahi percakapan lewat pesan itu. Raka menyuruhku untuk tidur
karena nanti harus bangun lagi untuk makan sahur. Setelah beberapa menit aku
mencoba untuk tidur, aku kembali melihat jam diponselku. Insomnia. Aku membuka
facebook selular. Entah mengapa, aku ingin sekali melihat pesan yang ada di
facebook Raka. Ketika aku ingin membuka halaman kedua dari pesan, aku salah
meng-klik. Yang aku buka adalah arsip pesan. Karena sudah kepalang tanggung,
akhirnya aku membuka satu per satu pesan disana. Ada satu nama yang pernah
kulihat pada ‘Orang-orang yang Anda blokir’ dari facebook Raka itu.
Al
Esa Navisa.
Aku
penasaran. Aku membuka pesan itu. Ada yang janggal. Mengapa yang mereka bahas adalah pembahasan yang biasa dibahas orang
dewasa? Tanyaku, entah pada siapa. Keterlambatan haid? Aku semakin bingung.
Perasaanku sangat tidak enak. Aku semakin ingin mengetahui kelanjutan dari
pesan itu. Nihil. Akhirnya aku membuka pesan-pesan lain yang kiranya ada
hubungannya dengan pesan itu. Ada dua pesan. Dari dua temannya. Yang satu
membahas tentang kebidanan, dan yang satunya lagi tentang bagaimana cara
menggugurkan kandungan serta nanas sebagai buah pendukung agar aman.
Napasku
terasa sesak setelah membaca pesan-pesan itu. Aku tidak dapat tidur hingga
waktunya sahur tiba.
***
Senin, 15 Agustus 2011
“mau
ngomong apa, Nin?” tanya Raka ketika bertemu denganku.
“iya,
nanti dulu” aku mengulur waktu karena Karisa, Lidya dan Wulan ada didekatku.
“eh
ya udah kita balik duluan ya, Nin” kata Karisa, tiba-tiba.
“oke,
hati-hati ya” aku tersenyum tak enak pada mereka.
Setelah
mereka pergi, aku dan Raka langsung berjalan mencari tempat yang cocok untuk
‘mengobrol’.
“kenapa,
neng?” tanya Raka.
“gue
kemarin liat pesan facebook lo. Maksud pesannya Esa apa ya? Trus yang dari Edhi
sama Bayu?” tanyaku tanpa basa-basi.
Kulihat
ekspresi wajah Raka sedikit berubah. “oh, yang itu. Nggak ada maksud apa-apa,
biasa ceng-cengan sama temen-temen.
Sama bang Sky juga, neng, liat kan?”
“tapi
kenapa agak aneh? Maksudnya bidan sama nanas apa?”
“iya,
temenku ada yang kuliah di kebidanan.”
“seberapa
jauh hubungan lo sama Esa?” aku to the
point.
“nggak
kok, neng. Aku tau batasan. Kamu juga tau kan kalo’ zina itu dosanya besar
banget? Empat ribu tahun. Aku berhubungan sama dia biasa aja, dia juga udah
punya cowok kok”
Aku
melihat ada yang tidak beres dengan jawaban Raka. Itu semua terlihat dari cara
ia menjawab berbagai pertanyaanku yang sering tidak sesuai. Aku juga melihat
cara duduknya yang agak gelisah. Matanya yang tidak fokus sehingga terlihat
sedang mencari kalimat yang tepat.
Ah,
dia merayuku. Dengan segudang cerita tentang keluarganya, tentang cita-citanya,
tentang sekolahnya. Dan diakhir pembicaraan kami, dia juga merayuku. Memegang
kedua pipiku dengan memperlihatkan ekspresi gemasnya terhadapku. Tidak, Raka,
aku tidak akan bisa dirayu olehmu.
***
Selasa, 16 Agustus 2011
Hari
ini pengisian kartu rencana studi atau biasa disebut KRS. Raka bilang ingin
mengisi KRS bersama denganku. Namun sudah seharian ini aku sama sekali tidak
melihat batang hidungnya. Akhirnya setelah kupikir sudah terlalu sore, aku
memutuskan untuk pulang karena ada acara buka puasa bersama dengan teman-teman
Pramuka-ku.
Dalam
perjalanan, ada sebuah pesan masuk diponselku. Dari Raka. Dia meminta maaf
karena seharian ini tidak ada kabar. Dia bilang kalau ia tertidur dan baru
terbangun pukul 17:00. Aku percaya. Berpura-pura percaya lebih tepatnya.
Aku
sampai ditempat acara buka puasa bersama tepat ketika adzan Maghrib
berkumandang. Aku melihat Fariz didekat pintu gerbang, tepat disebelah tempat
air minum diletakkan. Ketika aku masuk, aku disambut dengan ledekan-ledekan
iseng dari seluruh teman Pramuka-ku. Aku malu. Dan merasa tidak enak tentu.
***
Ketika
malam semakin larut, Raka mengirim pesan padaku. Dia berkata ingin bertemu
denganku. Aku sudah bilang kepadanya bahwa aku sedang berada di acara buka
puasa bersama teman Pramuka saat itu. Namun ia kekeuh ingin menemuiku sebelum ia pulang ke Bogor. Aku tidak dapat
berbuat apa-apa selain menuruti kemauannya.
Raka
datang ketika aku sedang mencuci piring bersama Aya dan Feby. Aku hanya
menemuinya sebentar dan meninggalkannya diluar gerbang sendiri. Teman-temanku
sempat mempersilahkan Raka masuk, namun ia tidak mau. Malu katanya. Sampai saat
itu kulihat Fariz melihat kearah aku dan Raka. Raka bertanya Fariz ada didalam
atau tidak. Lalu aku menjawab kalau orang yang baru saja melihat aku dan Raka
itu adalah Fariz.
Akhirnya,
setelah hampir 30 menit Raka aku tinggal sendiri diluar, aku menyelesaikan
mencuci piring dan kembali menemui Raka. Teman-temanku kembali mempersilahkan
Raka masuk, dan Raka pun menurut.
Seketika
itu kulihat banyak raut wajah tidak senang melihatku dengan Raka. Terutama
Fariz. Aku hanya diam. Bahkan saat teman-teman seangkatanku mengajak aku dan
Raka hang out didaerah tebet. Aku
bimbang. Namun aku putuskan untuk pulang, karena waktu sudah menunjukkan pukul
23:06.
Aku
berpamitan kepada seluruh teman Pramuka, termasuk Fariz. Karena sebelumnya
Fariz sudah berjanji untuk mengembalikan notebook-ku yang telah ia service, maka ia memberikan notebook itu
didepan seluruh temannya. Aku bersalah pada Fariz. Karena setelah menerima
notebook itu, aku menanyakan harga yang harus aku bayar kepadanya. Dengan ketus
ia menjawab bahwa ia bukanlah seorang tukang service, niatnya hanya ingin membantuku. Mendapat jawaban dan
sikapnya yang sangat dingin itu, aku merasa seperti didorong paksa kedalam
jurang yang amat dalam. Sakit.
Saat
perjalanan pulang aku masih terngiang akan kata-kata Fariz yang membuat dadaku
terasa sesak. Raka mengantarku pulang. Dan untuk pertama kalinya Raka
mengantarku hingga dekat sekali dengan rumahku. Walaupun sebelumnya ia sering
mengantarku pulang, namun aku tidak pernah mau diantar hingga dekat dengan
rumahku. Untuk pertama kalinya juga, hari ini Raka bertemu dengan ayahku.
Ayahku keluar dari komplek rumah ketika aku dan Raka sedang mengobrol saat itu.
Raka bersalaman dan berkenalan dengan ayahku. Ayahku bertanya dimana rumah Raka
dan semester berapa ia saat itu. Setelah menjawab pertanyaan ayahku, Raka pamit
pulang.
***
Hari-hari
selanjutnya, aku masih berhubungan dengan Raka. Walaupun aku merasa kalau aku
memang tidak ingin memiliki ikatan dengannya. Aku hanya berpikir bahwa tinggal
menunggu hari untuk aku pergi darinya.
***
Senin, 29 Agustus 2011
Hari
ini aku berangkat untuk mudik bersama orang tua, kakak dan suami dari kakakku.
Entah mengapa didalam perjalanan, aku ingin sekali membuka facebook dari
ponselku. Kulihat komentar-komentar dari status teman kampusku yang salah
satunya komentar dari Sella. Teman kampusku menjawab komentar itu dengan
menunjukkan bahwa Raka adalah milik Sella. Aku merasa cemburu. Namun disisi
lain, aku harus berpikir secara realistis. Raka telah mempermainkan aku.
Seketika itu, aku benar-benar memiliki keinginan yang kuat untuk mengikis habis
perasaanku pada Raka.
Selasa, 30 Agustus 2011
Subuh
hari ini, Raka menelponku. Dia hanya ingin tau kabarku. Setelah itu kami
mengakhiri percakapan kami ditelpon.
Siang
ini, Sella memberi ucapan ulang tahun kepadaku. Ya, hari ini adalah hari ulang
tahunku yang ke-19. Dan hari ini juga, Sella memberikan nomor ponselnya
kepadaku. Aku menghubunginya sore hari. Aku dan Sella membicarakan tentang
Raka.
***
Beberapa
hari kemudian, aku dan Sella saling mengirim pesan kembali. Dan saat itu juga,
Raka mengirim pesan kepadaku. Juga kepada Sella. Isinya? Sama tentu. Dan entah
untuk berapa perempuan Raka mengirim pesan yang sama itu.
***
Sudah
seminggu setelah Raka mengirim pesan yang isinya sama kepadaku dan Sella, namun
Raka tidak lagi menghubungiku. Awalnya aku merasa heran dan sedikit kehilangan,
tapi aku berpikir bahwa itulah awal agar aku benar-benar telah mengakhiri
kedekatanku dengan Raka.
Di
siang yang sangat terik ini, aku hanya menghabiskan waktu dengan menonton
televisi dikamar Eyang Ti. Sangat malas melakukan apapun. Tayangan yang kulihat
telah habis. Aku mengecek ponselku. Ada satu pesan yang masuk sebulan yang
lalu, mengusik keingintahuanku. Nomor yang tak ku kenal. Namun isi pesan itu
adalah namaku. Aku membalasnya.
To: 08787444xxxx
Siapa
nih?
From
: 08787444xxxx
Ini
siapa?
To
: 08787444xxxx
Dih,
kan lo duluan yg wktu itu sms. Siapa lo?
From
: 08787444xxxx
Bkn
siapa2 ko.
To
: 08787444xxxx
Lo
siapa? Jgn buat org pnasaran ya, dosa! Tau nmr gue dr siapa?
From
: 08787444xxxx
Jgn
marah dlu. Saya Dafian, tmn’y Risa. Saya tau nmr Anin dr Risa
To
: 08787444xxxx
Ohh.
Tinggal blg gtu aja susah amat
From
: 08787444xxxx
Maaf
ya buat Anin marah
To
: 08787444xxxx
Oke.
From
: 08787444xxxx
:)
To
: 08787444xxxx
:)